Friday, January 8, 2016

Cerita Sex: Titin Gadis Kebumen

1 comment

Perkenalkan namaku Titin. Uumurku 19 tahun. Asal dusun Pancawarna, Kecamatan Alian, kabupaten Kebumen. Orang bilang wajahku manis. Perawakanku mungil. Tinggiku cuma 148cm. Kulitku cerah sawo matang. Aku diajari pak Iwan mengetik di komputer dan main internet. Ini cerita nyataku dengan pak Iwan. Aku cukup rajin menulis diary dari sejak pertama datang ke Jakarta. Waktu pak Iwan membaca-baca diaryku, beliau minta aku menulis cerita ini di bluefame sebagai kenang-kenangan. Selesai aku ketik pak Iwan mengeditnya supaya menjadi bagus. Supaya seperti cerita novel katanya.
”Tok tok” ketukan khas 2 kali merupakan kode dari ”suamiku” pak Iwan.
Ini jam 12 waktunya dia pulang ke apartemen untuk ”makan siang”. Dengan cepat aku buka pintu, dia langsung menyerbu masuk dan dengan penuh birahi langsung melumat bibirku. Aku hanya bisa menikmati rengkuhannya yang kuat membuat seluruh badanku menempel di badannya. Sambil menutup pintu dan menguncinya, pak Iwan terus melumat bibirku dan meremas-remas pantatku.
2 tangannya kemudian memegangi kedua pipiku, sambil lidahnya menjulur-julur mencari lidahku.Ooouuuhh… aku sangat menikmati ciuman ini. Telapak tangannya semakin erat memegangi kepalaku di kiri dan kanan sambil mengulum dan menjilat-jilat lidah dan bibirku bergantian. Aku tak sadar berapa lama ciuman ini berlangsung, tapi sebuah isyarat yang jelas mengakhiri ciuman panas ini, saat pak Iwan menekan kepalaku ke bawah.
Dengan isyarat itu, aku sangat hapal apa yang diinginkannya siang ini. Badanku menuruti dorongan tangannya yang menekan kepalaku ke bawah dan membuatku berlutut. Tanganku langsung membuka ikat pinggang dan kancing celananya, saat resletingnya kutarik ke bawah tercium aroma batang kejantanan pak Iwan yang khas. Aku kecup batang yang masih terbungkus celana dalam itu dengan lembut,
Aaaaagghh…” pak Iwan menengadah masih memegangi kepalaku erat-erat sambil meremas-remas rambutku.
Kutarik celana panjang dan celana dalamnya sebatas lutut. Kemaluan yang tegang itu langsung meloncat keluar mengenai hidungku.
Agghhh ssshh…” dia mendeah saat kujilat bagian di bawah kepala tongkolnya.
Kulanjutkan dengan jiatan panjang dari pangkal ke atas. Kecupan-kecupan lembut disepanjang batangnya membuatnya mengeluarkan kata-kata yang semakin membuatku bersemangat
Arggh Tiiin, enak banget sayaaannghhh.. Kamu pinter banget…” Matanya melihat ke arahku, kubalas dengan tatapan sayang sambil menjilati kedua bolanya.
Lalu bagian yang paling ia sukai adalah saat aku tak melepaskan pandangan ke arahnya sambil memasukkan batang nikmat itu ke mulut mungilku perlahan-lahan. Kubiarkan sejenak saat hampir seluruh batangnya mendarat di lidahku. tongkolnya berdenyut-denyut di dalam mulutku. Kugoyang-goyangkan lidahku di bawah batangnya, tatapan matanya makin sayang padaku.
Aku mulai menggoyang-goyangkan kepalaku, maju mundur, memberikan pelayanan oral pada majikanku. Tangan kiriku meraba-raba bola dan lubang anusnya, dia yang mengajariku. Tangan kananku mengocok batangnya sambil kugoyang-goyangkan kepalaku maju mundur. Makin lama aku makin mempercepat kocokan tangan dan mulutku di tongkolnya.
Beberapa menit kemudian dia tak tahan lagi, kepalaku dipegangnya erat-erat, sedikit menjambak rambutku.
Lalu batang tongkolnya yang bergerak-gerak maju mundur sambil menahan kepalaku tetap diam. Aku pasrah, senang bisa membuat pak Iwan senang. Dia sedang menyetubuhi mulut mungilku, kuimbangi dengan goyangan lidah di batangnya. Kedua tanganku memberi rabaan halus pada bolanya. Dua kali dia berhenti dan melesakkan tongkolnya dalam-dalam, deep throat katanya sewaktu mengajariku mengenai teknik ini lewat video di laptopnya. Yang kuperlukan adalah menahan napas dan membuka kerongkongan selebar mungkin. Deepthroat yang kedua ditahannya cukup lama sehingga membuatku tersedak saat berusaha mengambil napas. Dilepasnya kepalaku dan kulanjutkan dengan kecupan dan jilatan.
Tampaknya dia sudah mau mengakhiri adegan ini. Direnggutnya lagi rambutku, menahan kepalaku dan menyetubuhi lagi mulut mungilku. Makin lama makin cepat dan makin kasar, bibir dan lidahku mulai pegal dan sedikit baal. Dia mengerang dan mendesah, aku mengimbangi dengan lenguhan. Gerakannya makin cepat, batang tongkolnya mulai membengkak dan akhirnya…..
Cruut crutt cruuuoooooot…” spermanya muncrat diiringi kedutan-kedutan kuat disepanjang tongkolnya.
Tangannya masih menahan kepalaku seolah memastikan aku untuk menghisap dan menelan semuanya. Saat kedutan-kedutannya mulai melemah aku lakukan seperti yang di video itu, membersihkan tongkolnya dengan kuluman dan hisapan.
”Hhhhh..hhh…” diapun menghela napas penuh kepuasan.
Aku bahagia saat dia tersenyum menatapku, mengusap-usap rambutku lalu membungkuk, memberiku ciuman lembut yang panjang. Aku terpejam saat dia mengecup keningku sambil berbisik ”I love you.” ”Aku jga mencintaimu pak” bisikku dalam hati.
Meskipun aku berasal dari dusun di Kebumen, tapi parasku manis. Ini bukan narcis, tapi dulu aku memang kembang SMPku, dan setelah aku kerja di Jakarta, banyak cowok yang ingin mengenalku karena aku cukup menarik. Aku belajar menyalakan komputer dan membuka internet dari pak Iwan yang sekarang ini menjadi… ah bingung aku menyebutnya, dia bukan kekasihku mesikpun aku akan sangat bangga jika dapat mengakuinya sebagai suamiku. Meski aku dinikahi sebagai istri keduapun aku tetap akan bangga. Tapi aku tidak berani membayangkannya… karena itu tidak mungkin. Paling tidak saat ini aku menikmati keadaanku ini… Entah apa yang nanti aku hadapi, biarlah nanti.
Tadinya aku tidak menyangka bahwa pak Iwan memendam ketertarikan padaku. Aku pikir tidak mungkin beliau naksir aku yg masih berperawakan kecil. Meski usiaku 19 tahun, tapi tubuhku boleh dibilang tidak jauh berbeda dengan saat aku kelas 3 SMP. Tinggiku 148 dan dadaku boleh dibilang rata, hanya menguncup sedikit. Kelebihanku adalah wajahku yang manis dan kulitku yang cerah, sama dengan kulit keluarga pak Iwan yang ningrat dan terawat layaknya orang kota.
Salah satu kebanggaanku adalah aku kerap diperlakukan layaknya keluarga oleh keluarga besar pak Iwan. Mereka memuji pak Iwan karena bisa mendapatkan pembantu yang cakep dan bersih. Ibu mertua pak Iwan bahkan selalu mencium pipi kiri-kananku bila kami berkunjung ke rumah beliau. Beliau tidak pernah bersikap seperti itu dengan pembantu-pembantu di rumah beliau.
Pak Iwan berperawakan sedang dan berwajah ganteng. Itu yang membuat aku bangga bila diajak beliau pergi ke mana-mana.
Sebetulnya akulah yang memendam ketertarikan pada beliau saat pertama kali bersalaman dengannya.
”Wah,majikanku ganteng” ujarku dalam hati.
Saat itu aku menggantikan kakak iparku yang telah bekerja menjadi baby sitter putrinya sejak berusia 6 bulan hingga 3 tahun. Kakak iparku hamil dan sudah mendekati saatnya melahirkan, pak Iwan menerimaku sebagi gantinya dengan tugas utama mengasuh anaknya dan membersihkan rumah. Saat pertama aku bekerja di rumah pak Iwan, status beliau adalah duda yang sedang berpacaran dengan seseorang yang sekarang menjadi istrinya.
Terus terang aku tak pernah menduga akan seperti ini. Pak Iwan begitu baik, ramah dan menghormati pembantu. Tidak pernah bersikap merendahkan dan menganggap seperti keluarga. Kalau meminta selalu mengucapkan ’tolong’ dan ’terima kasih’. Begitu juga dengan ibu Nanda calon istrinya. Mereka berdua sangat baik. Sikap baik dan hormat mereka berdua membuatku menekan jauh-jauh perasaanku pada pak Iwan.
”Betul-betul tidak pantas” pikirku.
Meskipun begitu,aku tetap merasa bangga bila ada kesempaan pergi bertiga saja dengan putrinya, dan orang menyangka aku adik pak Iwan atau bahkan kadang aku dikira istrinya. Yang membuatku bangga, Pak Iwan tak pernah terlihat malu jika orang salah sangka dan hanya tersenyum-senyum saja.
Setelah bertunangan mereka menikah. Aku bahkan mendapat seragam kebaya dan ikut dirias seperti keluarga mereka. Ada foto kami berempat di pelaminan, kedua pengantin, aku dan Tiara anaknya. Aku merasa benar-benar dianggap sebagai anggota keluarga. Namun aku tetap menjaga sikap hormat, tak pernah berpikir kurang ajar. Tetap menempatkan diri sebagai pelayan pada majikan.
Setelah menikah, Pak Iwan dan bu Nanda memilih tinggal di apartemen di Jakarta Utara. Alasannya karena dekat sekali dengan sekolah Tiara. Hanya 10 menit bila berjalan kaki. Kebetulan pak Iwan bekerja sebagai Manajer HRD di sekolah internasional tersebut. Sementara bu Nanda bekerja di perusahaan asing, yang meskipun kantornya jauh di Jakarta Selatan tapi selalu diantar dan dijemput oleh supir kantor.
Mereka juga memiliki bisnis di luar kantor yang kerap membuat mereka harus keluar rumah di malam hari. Tapi mereka adalah orang tua yang perhatian dengan anak. Selalu menyempatkan diri untuk pulang ke rumah dahulu setelah bekerja, bercanda dan bercerita dengan anak mereka. Baru kemudian pergi untuk berbisnis setelah maghrib. Tiara memiliki kebiasaan tidur yang disiplin, jam 8 selalu sudah masuk ke kamar untuk membaca cerita dan bobo.
Oh ya, apartemen mereka hanya memiliki 2 kamar. Jadi Tiara masih tidur sekamar dengan mereka, meski dengan bed terpisah. Sudah menjadi kebiasaanku menemaninya tidur di kamar mereka, sampai bu Nanda membangunkan aku untuk pindah kekamarku sendiri. ”Terima kasih ya Mbak,” bu Nanda dan pak Iwan selalu tak pernah lupa mengucapkan kata itu. Aku sungguh menghormati mereka berdua yang sopan. Tak pernah menyangka kelanjutan kisahku akan seperti ini di keluarga ini.
Saat ini statusku boleh dibilang adalah ”istri di siang hari”. Aku tetap bersikap biasa di sore dan malam hari saat bu Nanda di rumah, namun aku menikmati hubungan ”suami istri”ku dengan pak Iwan di siang hari. Atau bila beruntung juga di malam hari, saat bu Nanda ada tugas kantor keluar kota. Dari situlah kisah ini berawal, saat bu Nanda tugas keluar kota.
Suatu hari bu Nanda harus keluar kota cukup lama, 5 hari. Ini bukan pertama kalinya beliau keluar kota. Jadi, aku tak pernah menyangka akan terjadi sesuatu. Seperti biasa aku menemani Tiara bobo, sampai pak Iwan dengan tepukan halus di kaki membangunkan aku untuk pindah. Ia selalu sopan saat membangunkan aku, dan selalu mengucapkan ’terima kasih’. Rasa hormatku pada beliau benar-benar sudah membuat aku melupakan bahwa aku pernah memendam ketertarikanku pada pak Iwan.
Di hari ketiga, pak Iwan kembali harus keluar rumah untuk berbisnis. Aku menemani Tiara bobo seperti biasa. Saat pak Iwan pulang, aku sudah terlelap. Tapi beda dengan biasanya, dia tidak menepuk kaki untuk membangunkanku, tapi hanya mengelus kakiku dengan halus sambil menyalakan lampu tidur memberi sedikit penerangan di kamar yang biasanya gelap. Karena caranya yang halus, aku tidak langsung terbangun, tapi mengeriap-ngeriapkan mataku.
Saat itu aku melihat pak Iwan di dekat gantungan baju, membelakangiku sambil membuka pakaiannya. Aku terkaget, mau bangun merasa tidak enak karena dia sudah separuh telanjang. Alhasil,aku cuma bisa pura-pura masih tertidur sambil membuka mata sedikit ingin melihat tubuh pria yang telanjang. Seumur hidup belum pernah aku melihat pria telanjang, apalagi dari dekat seperti ini.
Dia masih membelakangiku, menyisakan celana dalam hitam yang dipakainya. Aku mengagumi tubuh pak Iwan yang putih bersih. Lalu tercekat dan jantungku berdegup kencang saat pak Iwan kemudian melepas celana dalamnya, menunjukkan pantatnya yang putih. Dan semakin kaget saat dia memutar badan berbalik ke arahku. Aku langsung menutup mata rapat-rapat dan mengatur napas. Tiara masih mendengkur pulas di sebelahku.
Aku hanya bisa mendengar suara langkahnya mendekat, hingga tiba kurasakan sentuhan jarinya di rambutku. Dia mengusap dan membelai-belai rambutku. Aku tetap memejamkan mata berusaha terlihat sewajar mungkin. Dia menyentuh pipiku dan aku mulai merasa aneh karena sentuhannya terasa seperti sentuhan sayang. Jantungku berdegup keras menyadari pak Iwan dengan tubuh putihnya sedang telanjang bulat, mengusap-usap pipiku dengan sentuhan sayang. capsasusun
Sentuhannya kemudian beralih ke telingaku, kini aku merasa geli tapi juga sedikit terangsang. Kurasakan puting dadaku yang menguncup mengencang dan aku tak tahan merasakan kedutan aneh di pangkal pahaku. Lalu dia berhenti. Aku berusaha menduga-duga apa yang akan dilakukannya. Aku merasakan tubuh mungil di sampingku terangkat. Kulirik sedikit, rupanya pak Iwan menggendong Tiara dan memindahkannya ke tempat tidur pak Iwan. Aku menelan ludah saat sempat melihat batang kemaluan pak Iwan. Pak Iwan menumpuk bantal dan guling tinggi-tinggi seperti membangun tembok di samping Tiara,
”Oh, apa yang direncanakannya?” pikirku.
Dia lalu memadamkan lampu, dan kembali bergerak ke arahku. Kembali membelai rambutku, mengusap pipi dan telingaku. Lalu kurasakan hembusan napas hangat, di belakang telingaku. Jarinya mengusap pipi dan bergerak menyusuri bibirku, sambil mengecup dan menghembusi daun telingaku. Membuatku teramat geli dan terangsang. Belum pernah aku merasakan sensasi rasa seperti ini. Aku hanya bisa diam, tidak tahu harus berbuat apa. Sentuhannya merambat turun ke leherku, bibirnya masih digesek-gesekkan ke telingaku.
Kemudian aku merasakan berat tubuh berbaring di belakangku yang sedang menyamping. Badannya menempel sambil memeluk aku dari belakang. ”Ohh, rasanya sungguh nyaman, bercampur geli, dan terangsang…. tak bisa diucapkan.” Aku dapat merasakan batang kemaluannya yang hangat menempel di pantatku. Aku rasa pak Iwan tahu bahwa aku sudah bangun karena dadaku berdegup sangat kencang. Tangannya mulai meraba perutku, mengusap-usap lembut sambil bibirnya mengecupi belakang telinga dan leherku.
”Ooooh, rasanya tulang-tulangku lemas, tak sanggup menerima rangsangan ini.”
Bibirnya pindah ke pipiku, dan mulai mengecup-ngecup sudut bibirku. Tangannya mulai merayap ke atas, hingga aku tak kuasa untuk menahan lenguhan,
”Aahhh” saat jarinya mengusap-usap buah dadaku yang kecil yang masih tertutup BH.
Lalu kurasakan kait BHku dilepas dari belakang, dengan pelan ia menekan badanku hingga berbaring menghadap ke atas. Bibirnya bertemu lembut dengan bibirku, menghisapnya pelan, menjilatkan lidahnya, lalu menelusupkan lidahnya bertemu dengan lidahku. Rasanya nikmat sekali saat dia mengulum bibir dan lidahku sambil memasukkan jarinya ke BHku, mengusap-usap putingku bergantian. Kakiku merapat, menjepit vaginaku yang mulai basah dan berkedut-kedut. Ciumannya berpindah ke leher, saat kedua tangannya mengangkat kaosku ke atas dan menyibakkan BHku.
Aku melenguh lagi saat bibirnya mengecup putingku dan lidahnya menari-nari di dadaku. ”Ooohhhhh,” benar-benar kenikmatan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Tanpa terasa tanganku memegang kepala pak Iwan dan mengusap-usap rambutnya. Lidahnya masih menjilati putingku, waktu tangan kanannya menempel di pangkal pahaku. Rasanya sangat menegangkan. Aku berkeringat. Pelan dia mengusap-usap vaginaku dari luar celana, kemudian kepalanya bergerak menyusuri perutku ke bawah.
Menciumi pusarku teramat geli, sambil memelorotkan celanaku ke bawah hingga lepas. Aku jadi cemas,
”Aku masih perawan” begitu pikirku, tapi juga tidak kuasa menolak perbuatan pak Iwan. Saat aku berusaha berpikir apa yg harus dilakukan, lidahnya menyapu selangkanganku,
”Oohhhhh….pak Iwan.” aku hanya bisa mengucap namanya pelan.
Berharap dia berhenti karena takut diperawani, tapi juga ingin merasakan kenikmatan yang luar biasa ini.
”Aaahhhhgghhhrrh… ” lenguhanku keras saat pak Iwan ternyata melumat kemaluanku, dan menjilati kelentitku. ”Paaaakk….paaaakkk,” cuma itu yg bisa aku katakan. Sementara lidahnya terus menjilat-jilat kelentitku sambil jarinya memilin lembut puting dadaku.
Tidak berapa lama aku terguncang hebat,
”Pak Iwaaaaaannnn,” sambil menggigit bibir bawahku. Vaginaku berdenyut-denyut, nikmat yang tak bisa kulukiskan. Napasku tersengal-sengal. Tak terasa air mata menetes, entah karena apa.
Belakangan aku tahu itu yang dinamakan orgasme. Aku sedang meresapi orgasme pertamaku, dan pak Iwan berbisik,
”Buka matamu.” Mata kami bertatapan, dia berkata lagi,
”Mau tau rasa memiawmu?” aku tidak menjawab, lalu dia melumat bibirku dan menjilat-jilat lidahku.
Aku merasakan rasa yang aneh, asam sedikit asin, berbeda dengan ciuman dia yang tadi. Setelah berciuman lama, dia membelai rambutku sambil mengecup kening.
”Sekarang kamu bisa bantu aku ga sayang?” katanya.
Aku bingung.
”Cium putingku,” lanjutnya,
”Aaahhh” dia mendesah saat aku menuruti permintaannya.
Baru aku tahu saat itu, bahwa puting laki-laki juga bisa terangsang seperti perempuan.
Sebetulnya tanganku sudah ingin meraba tubuhnya dan memegang kejantanannya, tapi aku masih terlalu malu. Kuteruskan menjilat-jilat dan mengecup putingnya. Pak Iwan memegang dan menuntun tanganku untuk meraih batang tongkolnya. Agak gemetar kuraih tongkolnya, terasa begitu hangat dalam genggamanku. Aku masih menciumi putingnya sambil meremas-remas tongkolnya.
Rupanya pak Iwan cukup bersabar membiarkan aku terbiasa dulu beberapa lama, sampai kemudian dia berkata:
”Kamu mau cium engga?” sambil pandangannya mengarah ke batang yang semakin mengeras itu.
Agak ragu-ragu aku mengarahkan bibir ke kepala tongkol itu dan kucium…
”Aaagghh sayaaaang… bener begitu… terus…terussss.” dia berbisik.
Mendengar panggilan sayang aku semakin tak ragu-ragu lagi menciumi batang tongkol itu sambil menjilat-jilatkan lidahku. Rasa dan baunya sangat unik.
”Masukkan ke mulutmu sayang, diemuuutt…” aku menurutinya dan kepalanya semakin tengadah tanda keenakan.
Aku jadi bersemangat mau melakukan yang terbaik. Kuemut-emut sambil kukocok dengan tanganku, tanganku yang lain dituntunnya meraba kedua bolanya. Pak Iwan semakin mendesah-desah keenakan. Lalu kepalaku dituntunnya naik turun mengocok tongkolnya seirama dengan kocokan tanganku.
”Terusss..terussss sayaaaang, yah terussss… cepetin…cepetin…” aku makin cepat mengocok dengan mulut dan tanganku,
”Ohhh, aku mau keluar Tin,” aku bingung apa artinya, harus dilepas atau diteruskan, akhirnya aku tetap mengocoknya hingga dalam dua detik batang itu terasa menggembung dan meledak di mulutku. Aku terkejut merasakan cairan kental dan asin di mulutku,
”Telan aja.” katanya, aku pun menurutinya.
Kuteruskan hingga kedutan batang itu berhenti di mulutku.
”Sini sayang,” katanya mengajakku naik ke wajahnya.
Dipandanginya wajahku dengan mesra dalam kegelapan yang remang-remang, lalu diciumnya bibirku. Kali ini kusambut ciumannya, lidah kami bertautan. Saling menghisap, saling menjilat. Lamaaaa sekali. Saat berhenti, dikecupnya keningku, kelopak mataku, ujung hidung lalu ke bibirku dengan lembut.
”Makasih ya Tin,” katanya.
Aku hanya bisa tersenyum mengangguk. Dibimbingnya kepalaku berbaring di dadanya. Aku benar-benar merasa bahagia malam itu. Dikecupnya keningku sambil membelai rambutku. Aku balas dengan kecupan di pipi dan dagunya. Nyaman sekali tidur di pelukan orang yang aku kagumi. Kami tidur telanjang berdekapan dalam balutan selimut, layaknya pengantin baru. Paginya aku terbangun karena kebiasaanku bangun pagi, pak Iwan masih mendengkur. Aku keluar pelan-pelan dari selimut dan memakai pakaianku.
Aku kembali ke kamarku dengan perasan campur aduk. Tidak percaya apa yang telah aku alami malam itu. Kuambil buku diaryku dan menuliskan semua yang ingin kuceritakan. Biasanya aku langsung memanfaatkan waktu bangun pagi untuk mencuci baju, lalu menyiapkan teh hangat. Tapi pagi ini aku jadi bengong, melamunkan apa yang sudah terjadi. Tak sadar aku begitu lama diam di kamar. Saat keluar kamar, pak Iwan sudah berdandan rapi dan sedang menghirup teh hangat yang dibuatnya sendiri.
”Maaf ya Pak, lupa bikinin teh” aku tersipu. Dia tersenyum, ya ampun ganteng sekali senyumannya pagi itu,
”Ngga papa mbak, maklum kog… Bangunin Tiara gih, terus mandi.”
Pagi itu aku sedikit canggung, tapi sikap pak Iwan yang wajar membuatku tenang. Apalagi perhatianku sudah tersita pada celotehan Tiara yang selalu ceria setiap pagi. Sehabis sarapan, mereka pun siap berangkat. Tiara dibiasakan mencium tangan saat berpamitan denganku. Aku biasa membalas dengan mencium pipinya.
”Dadaaaa mbaaaaak” waktu mereka keluar menuju lift.
”Berangkat ya mbak” seperti biasa pak Iwan selalu berpamitan padaku.
”Ya Pak.” jawabku berusaha sewajar mungkin.
Pintu kami hanya berjarak 3 pintu dari lift. Sudah menjadi hal biasa untuk orang yang tinggal di lantai 31 menunggu lift agak lama. Tiba-tiba aku mendengar pak Iwan teriak sambil berlari kembali,
”Tunggu sebentar ya Tiara, Papa ada yang ketinggalan!” Aku segera membuka pintu supaya Pak Iwan bisa cepat mengambil yang tertinggal sambil melihat-lihat ke meja kira-kira apa yang ketinggalan. Waktu dia masuk, dia pun tersenyum, aku masih bingung… tiba-tiba direngkuhnya tubuhku dan dilumatnya bibirku sambil mendekapku erat-erat.
Aku yang semula kaget, kemudian pasrah menyambut ciumannya. Tanganku refleks mengelus kemaluannya yang cepat menegang. Diremasnya dadaku yang menguncup sambil menelusupkan lidahnya bertautan dengan lidahku. Kami berciuman dengan panas, belakangan Pak Iwan kasih tau itu namanya French Kiss, ciuman Perancis. Lidah kami masih bertautan dan
”Ting…!” suara denting lift,
”Papa cepetaaaaan” teriakan Tiara terdengar dari sana,
”Pintu liftnya udah mau kebukaaaa!”. Aku terlepas dari dekapannya, dikecupnya sekali lagi bibirku,
”Daaaa… nanti lagi ya,” katanya sambil tersenyum. Senyuman paling ganteng yang pernah aku lihat.
Jam 11.30 aku masih asyik menggosok pakaian, handphoneku berbunyi. Sms masuk dari pak Iwan
”Mau lagi nggak?” hanya itu bunyi smsnya.
Aku sempat bingung mau jawab apa. ”Terserah bapak” balasku. Dalam hati aku dag dig dug. Membayangkan peristiwa semalam, masih terasa dekapan pak Iwan yang hangat, sentuhan bibirnya di keping dan leherku, ciumannya… jilatannya… ahhh. Tak sadar menit aku melamun, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari ruang tengah. Kucabut setrika dan keluar. Pak Iwan tersenyum di sofa sambil memegang remote TV.
”Sini Tin,” katanya sambil menepuk sofa disampingnya. Aku duduk di sampingnya melihat ke TV. Dia hanya diam saja, membuatku bingung.
”Kamu jangan jadi kaku begitu” akhirnya kebekuan terpecah, sambil mengelus punggungku. ”Tetep biasa aja”. Aku tersenyum ke arahnya.
”Kamu seneng ga semalem?” Aku mengangguk, sambil tersenyum.
”Kamu marah ga?” Aku menggeleng.
”Gini ya Tin. Aku musti terus terang dari awal, aku ga bisa janji apa-apa ke kamu. Meskipun aku terima kasih banget kamu ternyata ga marah, ga nolak tadi malam. Tapi sekali lagi, aku ga bisa janjiin apa-apa.
Kecuali nanti tiap akhir bulan, selain kamu dapat gaji dari ibu, kamu juga akan dapet dari aku. Tentunya jangan sampai ibu tahu. Aku ga akan maksa kamu untuk seterusnya tetep mau ”melayani” aku. Nanti kalo kamu udah ga mau, bilang aja gapapa. Kamu toh, nantinya juga akan punya pacar. Itu sebabnya kamu juga ga usah khawatir, aku ga kan maksa minta perawanmu. Kamu masih perawan kan?” tanyanya sambil tersenyum.
”Masih pak.”
”Nah, ga usah khawatir aku ga akan maksa. Kecuali kalo nanti kamu sendiri yang mau.” katanya.
”Yang jelas tadi malem aku seneng banget kamu nyenengin aku. Dulu waktu pacaran, ibu tuh juga suka mengoral aku. Tapi ga tau kenapa setelah menikah, maunya selalu langsung aja. Dioral ga mau, diminta oral juga nolak. Padahal laki-laki paling seneng kalo digituin, apalagi sampe keluar. Coba lihat nih…” sambungnya lagi sambil memencet remote.
Ternyata waktu aku di kamar tadi pak Iwan sudah memasang dvd. Terlihat adegan mesra pasangan berciuman, sepertinya orang Jepang. Mereka melakukan ciuman seperti yang kami lakukan semalem.
”Itu french kiss namanya.” kata pak Iwan.
Ceweknya juga mungil seperti aku. Di layar tertulis namanya Nana. Mungil dan cantik. Nana kemudian menjilati puting laki-laki itu.
”Oh, ternyata laki-laki memang suka dijilati putingnya,” pikirku.
Lalu turun ke perut dan pusar.
”Perhatikan…,” kata pak Iwan,
”Dia ga langsung ngemut, tapi dijilat dulu bolanya… tuh…” aku perhatikan Nana menjilati bola, lalu sepanjang tongkol naik turun, dikecup-kecup dan diciuminya batang laki-laki itu.
Baru dimasukkan ke mulut, sambil meraba-raba bolanya dan sesekali menggosok anusnya pelan. Laki-laki itu terlihat menikmati sekali, lalu dia bicara apa ga jelas, seperti menggumam buat telingaku. Lalu Nana melepas kulumannya, tetap mengocok tongkolnya dengan tangan dan menjilati bolanya. Laki-laki itu mengangkat kaki ke atas seperti perempuan, lalu Nana menjilati lubang anusnya.
Laki-laki itu mengerang dan badannya berkedut-kedut.
”Laki-laki juga sangat suka digituin Tin,” kata pak Iwan mengagetkanku.
Membuat aku sadar bahwa kami sedang nonton berdua.
”Emang rasanya ga gimana gitu ya Pak?”
”Kalo pake ludah yang banyak, ga berasa apa-apa Tin, ga ada rasanya.” Sekarang tangannya mengelus-elus pinggangku.
Aku masih menonton film itu hingga ke adegan persetubuhan, pak Iwan mengelus-elus pahaku. Lama dan pelan. Mereka sudah berganti posisi berkali-kali, pak Iwan meraba celana dalamku. Sudah basah. Dia menggosok-gosok vaginaku dari luar. Aku menghela napas, sekali lagi aku merasakan kenikmatan. Adegan persetubuhan semakin kencang, dan tiba-tiba laki-laki itu melepas tongkolnya dan mengarahkan ke wajah Nana. Nana menjulurkan lidahnya. Muncratan pertama diarahkan laki-laki itu ke lidah Nana, lalu muncrat ke dahi, hidung dan pipi. Gadis mungil itu tampak menikmati dan masih menjulurkan lidah, menahan cairan kental itu di lidahnya.
”Oh, begitu ya…” batinku. Seperti bisa membaca pikiranku, pak Iwan menerangkan,
”Selain seperti yang kamu lakukan semalem, laki-laki juga suka lihat cairannya diterima di lidah atau bibir, terus ditumpahin ke muka. Itu namanya Cum on Face atau Facial. Kalo yg semalem itu CIM…, Cum in Mouth.” Kulihat Nana memamerkan dulu cairan di lidahnya sebelum menelannya habis.
Adegan film selesai dan berlanjut ke film berikutnya. Pak Iwan menarik aku rebah di sampingnya. Tangannya masih menggosok-gosok vaginaku. Kami berciuman, mempraktekkan french kiss yang aku lihat di film. Tangan kirinya menelusup ke punggungku melepas kait BH. Kemudian dia mengangkat kaosku dan kini menyedoti putingku,
”aaaghhh…” aku merasa lemas.
Tangannya kembali ke bawah menggosok-gosok celana dalam sambil membuka rokku. Aku tak sadar kapan akhirnya menjadi telanjang bulat dan mengangkang di sofa, sementara pak Iwan berlutut di bawah menenggelamkan wajahnya di selangkanganku.
”Ooogghhh… paaaakkk” aku melihat adegan di layar TV, mereka saling menghisap dalam posisi terbalik.
Pak Iwan melirik sebentar ke belakang, lalu membuka celananya dan membujur rebah di sofa sambil meminta aku mengarahkan vaginaku ke mulutnya meniru adegan di TV. Aku pun langsung melahap tongkolnya,
”Eit! Jangan langsung Tin, diciumin dulu.” Aku pun menuruti dan mengingat cara Nana melayani laki-laki tadi.
Aku terdiam sebentar menikmati ciuman Pak Iwan di vaginaku. Lalu kujilati bola dan batang tongkolnya dan…
”Aaaagghh…” aku mengejang tak kusangka pak Iwan akan menjilati lubang anusku.
Kini aku tahu nikmatnya rangsangan di anus. Tidak ragu-ragu lagi, aku balas serangan pak Iwan. Rupanya dia betul-betul guru yang baik, memberi contoh sebelum meminta aku melakukannya. Dia melipat kakinya mengangkang saat kujilati anusnya. Pertama rasanya pahit, lalu kukumpulkan air ludah lebih banyak di lubang itu. Ada jembut halus disekelilingnya. Pak Iwan terhenti menikmati jilatanku.
Sambil mengerang dia bilang,
”Tin, kalo begini ini namanya 69. Tau kan kira-kira kenapa disebut 69?”
”Karena kebalik pak”
”Pinterrr…” katanya melanjutkan serangan, kali ini di klentitku.
Aku tersenyum geli mengulum tongkolnya lalu mengemut sambil bergerak naik turun. Selain menjilat aku rasakan jempol pak Iwan mengusap-usap vaginaku dan sesekali melesak sedikit masuk. Rasanya nikmat, meski aku agak khawatir kalo perawanku sobek.
Lagi-lagi seperti mampu membaca pikiran, pak Iwan menerangkan,
”Ga usah khawatir Tin, selaput dara letaknya di dalem, kalo cuma seujung jempol ga akan kena.” Aku pun lebih tenang menikmati gesekan jempolnya dan jilatan di kelentitku.
Lama-lama aku tak tahan lagi, kudukku merinding, menjalari punggung sampai ke pinggang, paha dan vaginaku mengencang saat…
Huummpphh…ghhh” aku orgasme sambil mengulum tongkol pak Iwan. Pak Iwan membiarkanku beberapa saat menikmati orgasmeku yang kedua sejak tadi malam.
Setelah sabar menunggu beberapa menit Pak Iwan lalu berdiri dan memintaku duduk di sofa. Tanpa perlu diajari lagi aku langsung melanjutkan kocokan tangan dan mulutku di tongkolnya. Dia memegangi kepalaku, kadang kencang sedikit menjambak, kadang lemah. Aku meraba-raba bolanya dan menggosok anusnya (pelajaran baru siang ini).
Genggaman tangannya di rambutku semakin kencang, kurasakan juga otot pahanya mengencang,
”Teruuuussss Tin, teruuuuusss…hhh,” katanya sambil menengadah,
”Siap-siap ya Tin, siap-siap…” aku tahu dia akan keluar seperti tadi malam.
Dicabut tongkolnya dari mulutku, sambil mengocok dia menyuruhku,
”Julurin lidahnya, meletin… ” lalu cruuuttt…crut cairan kental asin itu terasa di lidahku, sisanya muncrat ke hidung dan mata, membuatku memejamkan mata sebelah.
”Ahh hhhh…hhh… kamu cepet belajar ya,” ucapnya sambil tersenyum lebar.
Jempolnya menghapus sperma di kelopak mataku dan menambahkannya di lidahku. Secara naluri aku tahu ini saatnya menelan semuanya. Dia memandangiku, lalu membungkuk, mengecup mataku yang tadi terpejam kena sperma, dan mencium bibirku. Kami berciuman, dia mengangkat tubuh mungilku dengan ringannya, dan menggendongku dalam dekapannya. Kakiku memeluk pinggang pak Iwan dalam gendongannya dan kami berciuman lama sekali sambil berdiri. Dalam hati, aku bahagia sekali menjadi
”istri di siang hari”.
Kami lalu berpakaian, aku membantunya merapikan kancing kemeja dan dasi, bersikap seolah-olah istrinya. Ia tersenyum memandangiku waktu merapikan dasinya, aku senang dipandangi seperti itu.
”Ga makan dulu pak?” tanyaku.
”Maap ya bisa telat nanti,” jawabnya sambil mengecup keningku.
Aku melirik jam dinding sudah jam 1 lewat 5. Pak Iwan butuh waktu paling lama 10 menit untuk sampai ke kantornya. Justru waktu untuk turun ke basement dan jalan ke mobil seringkali lebih lama dari perjalanannya. Dia mengecup bibirku sekali lagi, waktu berpamitan. Sejak hari itu aku sadar akan menjalani peran baru di keluarga ini. Tapi aku bahagia dengan peranku itu. bandarQQ

1 comment :

  1. DAFTAR DAN AJAK TEMAN ANDA SEKARANG JUGA BERSAMA PALAPACASINO DISINI PUSAT NYA GAME LIVE CASINO link resmi > www,palapacasino,info WA+855 87983567
    +62 821-6857-2025

    ~BONUS NEW MEMBER 10%

    ~BONUS HARIAN 10%

    ~BONUS CASHBACK 5%

    ~BONUS ROLLINGAN 0.8%

    #jackpot #bukti #kemenangan #hoki #jutaan #livecasino #casino #gabung #sekarang #p

    ReplyDelete